Kampanye Cegah Pneumonia Pada Anak di Indonesia
Pertanyaan besar yang muncul dari tema itu adalah, sudah merdekakah kita? Belum! Itu jawabnya. Kalau kita sudah merdeka dari pneumonia maka kampanye ini tidak perlu dilakukan. Justru karena pneumonia masih menjadi ancaman bagi jutaan anak di Indonesia, maka kampanye ini digencarkan.
Mengapa pneumonia? Save the Children dibidani oleh seorang perempuan Inggris bernama Eglantyne Jebb 100 tahun yang lalu. Di masa perang dunia berkecamuk tersebut, Jebb prihatin dengan kondisi anak-anak yang menjadi korban perang, juga konsisi kesehatan anak pada umumnya. Banyak sekali anak tidak tertolong karena pneumonia.
Dua anak meninggal setiap menit karena pneumonia. Pneumonia pada anak di Indonesia adalah penyebab kematian tertinggi kedua, sementara diare masih menempati posisi pertama, menurut direktur Pencegahan dan Penanggulangan Penyakit Menular Kementerian Kesehatan, dr. Wiendra Waworuntu. Lihat data-data pneumonia.
Mirisnya, dr. Madeline dari IDAI (Ikatan Dokter Anak Indonesia) menyampaikan kalau penyakit ini bisa dicegah dan disembuhkan. Berarti selama ini banyak masyarakat yang belum paham akan pencegahan dan penanganannya.
Karena itulah Save the Children berkomitmen untuk melakukan kampanye pencegahan dan penanganan pneumonia pada anak bersama pemerintah dan stakeholder lain di kabupaten Sumba Barat dan kabupaten Bandung. Selina Patta Sumbung, ceo Save the Children Indonesia menyampaikan bahwa setelah serangkaian penelitian dilakukan, maka sampai tiga tahun kedepan 2019-2021, kampanye STOP Pneumonia akan gencar dilakukan terutama di Sumba Barat dan Kab. Bandung.
Kampanye yang dilakukan oleh Save the Children kali ini bisa dikatakan cukup unik dan berbeda. Merdeka dari Pneumonia dilaksanakan di lapangan Museum Kesejarahan (Fatahillah) di Kota Tua Jakarta. Pemilihan lokasi ini juga bukan tanpa alasan. Di salah satu tempat bersejarah di ibukota negara ini, Save the Children bermaksud mengingatkan bahwa penyakit yang setua gedung-gedung yang mengelilingi area itu harus sama-sama kita hentikan penularannya pada anak. Konsep acaranya sengaja dilakukan di lapangan agar dapat melibatkan publik ramai yang mengunjungi kota tua. Acara ini juga disiarkan secara langsung melalui siaran radio on air dan direlay ke 100 stasiun radio di 22 propinsi, selain itu juga dapat dinikmati melalui saluran streaming di media sosial, dan dilanjutkan dengan rangkaian media placement audio PSA di radio KBR dan video PSA di commuterline dan kompetisi penulisan dan Vlog STOP Pneumonia.
Peluncuran kampanye STOP Pneumonia di halaman Museum Kesejarahan Jakarta ditandai dengan peniupan peluit sebagai peringatan untuk kita semua akan bahaya pneumonia. Selanjutnya bebannya ada di pundak kita bersama. Jika ingin Indonesia di masa depan dipenuhi oleh manusia-manusia sehat dan berguna, maka harus mulai dari sekarang berkontribusi pada tema HUT kemerdekan RI ke 74 yaitu SDM Unggul Indonesia Maju.
Publik dan sekitar 200 tamu undangan yang terdiri dari kementerian Kesehatan RI, IDAI, dan Dinas Kesehatan Kabupaten Bandung, komunitas runner, Blogger& vloger, pramuka Saka Bakti Husada, mahasiswa, perwakilan CSO, dan media diajak berpartisipasi untuk tanda tangan dukungan di papan berbentuk lima jari dan berswafoto di photo booth STOP Pneumonia. Kesemuanya bertujuannya agar pesan kampanye STOP Pneumonia dapat tersebar lebih luas keberbagai target khalayak.
Cara untuk melindungi anak dari pneumonia sebetulnya mudah, menurut dr. Erna Mulati, direktur Kesehatan Keluarga Kementerian Kesehatan RI, keluarga harus peduli pada kondisi anak, imunisasi, ASI eksklusif, asupan gizi, semua itu adalah tanggung jawab keluarga. Bukan hanya ibu saja. Ayah dan pengasuh lain harus saling mengingatkan.
Berbicara tentang ayah, yang juga menarik adalah acara ini dihadiri oleh Bayu Oktara, aktor pemeran Gusti dalam serial OB, MC dan juga ayah dari tiga anak perempuan, memberikan testimoninya. Dengan kesibukannya bekerja di luar rumah, Bayu tetap menempatkan anak dan keluarga sebagai prioritas. Kalau sedang imunisasi, dia pasti menemani. Anak kedua dan ketiganya kembar. Usia mereka baru dua tahun, jadi harus bergantian memegangi dan menenangkan kalau mereka sedang imunisasi. Bayu juga mengaku menjadi ayah ASI, “Nggak susah kok, katanya. Manis-manis lah sama istri, pijati dia kalau kecapekan. Sesederhana itu. Kalau istri bahagia ASI-nya juga jadi lebih lancar”.