STOP Pneumonia, Pembunuh Bayi dan Balita di Indonesia

Penulis adalah pemenang terbaik kompetisi penulisan dan vlog STOP Pneumonia

Helena Safitri
Karya: https://www.helenamantra.com/2019/09/stop-pneumonia-pembunuh-bayi-dan-balita-di-indonesia.html
Instagram/twitter/facebook: helenamantra
Pekerjaan: ibu rumah tangga

Ketahui gejala, penyebab, dan bahaya pneumonia pada anak (dok. pri)

Air mata tak dapat ku bendung tatkala meninggalkan ruang NICU. “Sebaiknya Ibu keluar saja. Kalau Ibu tidak tenang, jarum infusnya susah dipasang,” begitu perawat menjelaskan. Ibu mana yang tega mendengar jerit tangis bayinya. Rasanya ingin ku peluk tubuhnya yang semakin kurus. Namun di sisi lain ku harus keluar dari ruangan tersebut supaya proses pengobatan anakku, SID, berjalan lancar. Malam itu menjadi malam pertama SID tidur di NICU rumah sakit karena pneumonia.

Ikhlas. Kata yang mudah diucapkan namun berat dilakukan. Ketika bayiku yang baru berumur 10 hari didiagnosa mengidap pneumonia, aku belajar ikhlas dan meyakinkan diri bahwa ia ditangani di tempat yang tepat. Awalnya memang aku berkeras untuk home treatment saja karena ku pikir ia hanya batuk pilek. Namun, sakit flu atau batuk tak bisa dianggap sepele untuk newborn baby. Sakit itu kian menjalar hingga menjadi radang paru-paru, bahkan dokter mengingatkan penyakitnya bisa sampai ke otak jika tidak segera ditangani.

Selama empat hari SID opname, aktivitasku hanya pumping – rumah sakit – pumping – rumah sakit. Dokter meyakinkan bahwa anak lebih cepat sembuh bila diberi ASI yang cukup maka aku pun berusaha memompa ASI perah (ASIP) tiap 2 jam sekali. Walau malam hari, ku pasang alarm untuk bangun tiap 2 jam. Hasil ASIP dalam botol-botol kaca tersebut kemudian dibawa oleh suami atau kakak ke rumah sakit. Selain itu, tiap pagi dan sore aku mendapat kesempatan menjenguk SID di ruang NICU. Satu jam di sana menjadi momen berharga karena ku bisa menggendong, bercerita, dan menitipkan doa-doa untuk kesembuhannya.

Jangan Sepelekan Flu pada Bayi dan Balita, Bisa Jadi itu Gejala Pneumonia

Hari-hari mencekam itu syukur alhamdulillah telah berlalu. Pengalaman menghadapi anak dengan pneumonia di awal tahun 2015 lalu mengajarkan saya untuk tidak menyepelekan flu pada anak karena bisa jadi itulah gejala pneumonia. Di sinilah pentingnya peran orang tua untuk mencegah pneumonia pada anak.

“2 balita setiap menit di dunia meninggal karena pneumonia. (2015)”

Sebagai ibu baru yang minim informasi, saya tidak tahu bahwa pneumonia merupakan penyebab kematian balita kedua di Indonesia. Faktanya, jumlah kematian bayi di bawah lima tahun (balita) secara global karena pneumonia di tahun 2015 mencapai 920.000 jiwa atau 2 balita setiap menitnya.

Fakta-fakta mencengangkan tentang pneumonia saya jumpai saat mengikuti talkshow “Merdeka dari Pneumonia” yang diadakan Ruang Publik KBR bersama Save The Children di Kawasan Kota Tua, Jakarta, Minggu 18 Agustus 2019 lalu. Membaca bahaya pneumonia tersebut membuat saya merinding. Ya Allah, betapa beruntungnya kami saat itu segera membawa SID ke rumah sakit untuk opname.

Talkshow “Merdeka dari Pneumonia” bersama Ruang Publik KBR dan Save the Children, Jakarta, 18 Agustus 2019 (dok. pri)

Pneumonia bukan ISPA, bukan pula TB. Dr. Madeleine Ramdhani Jasin, Sp.A dari Ikatan Dokter Anak Indonesia menjelaskan pneumonia (radang paru-paru) adalah infeksi akut sistem pernapasan bawah yang disebabkan oleh virus, bakteri dan organisme mikro lainnya. Gejalanya demam, batuk, pilek yang berkembang menjadi sesak napas. Pada kondisi yang lebih berat ada tarikan dinding dada bagian bawah ke dalam (retraksi).

Nah, retraksi ini yang terjadi pada SID namun saya baru memahaminya setelah menonton video ciri-ciri pneumonia. Cekungan pada dada bagian bawah jelas terlihat setiap kali ia bernapas. Setelah itu tiap kali waktu jenguk, saya selalu memperhatikan dadanya apakah ada retraksi atau tidak.

Namanya bayi cuma bisa batuk dan menangis, belum bilang kalau dirinya susah bernapas. Gelaja sesak napas dapat dipantau orang tua dengan menghitung tarikan napas anak selama 1 menit.

Sesak napas merupakan salah satu tanda pneumonia (dok. pri)

Pneumonia di Kabupaten Bandung dan Kabupaten Sumba Barat

Di tahun 2018, Yayasan Save the Children dengan Fakultas Keperawatan Universitas Padjajaran melakukan penelitian di Kabupaten Sumba Barat dan Kabupaten Bandung. Kedua daerah ini dipilih sebagai sample mengingat prevalensi pneumonia yang tinggi di daerah tersebut. Bahkan provinsi NTT memiliki prevalensi tertinggi pneumonia di Indonesia (38,5%).

Dari hasil penelitian dijumpai tingginya angka pneumonia di dua kabupaten tersebut antara lain karena:

  • Hanya 60% anak dari keluarga dengan sejarah atau berisiko pneumonia yang mendapat ASI eksklusif selama 6 bulan pertama kehidupan.
  • Kurangnya pengetahuan masyarakat mengenai definisi, gejala, penyebab, dan risiko pneumonia.
  • Belum ada prosedur standar untuk mencegah penyakit kambuh bagi pasien yang sudah selesai perawatan.
  • Mayoritas keluarga berisiko pneumonia memiliki paling tidak satu anggota keluarga yang merokok dan sebagian besar merokok di rumah.
  • Di Kab. Bandung banyak kader kesehatan yang belum mengetahui apa itu pneumonia.
  • Di Kab. Sumba Barat, konstruksi rumah menyebabkan asap dapur sulit keluar dari rumah sehingga rawan pneumonia.
  • Susah akses air bersih di Kab. Sumba Barat.


Peran Orang Tua dalam Mencegah Pneumonia pada Anak

Mengetahui fakta menyedihkan tentang pneumonia di Indonesia membuat saya bertanya, apa yang bisa kita, khususnya orang tua, lakukan untuk mencegah pneumonia pada anak? Biaya berobatnya besar, lho, mencapai Rp 91 miliar setiap tahunnya (perhitungan oleh Clinton Health Access Initiative Indonesia, 30 Juli 2019). Pengalaman pribadi pengobatan pneumonia SID waktu bayi dengan rawat inap 4 hari setara biaya saya melahirkan padahal dia opname di NICU tanpa makan dan fasilitas wah lainnya.

Pengendalian Pneumonia dengan perlindungan, pencegahan, dan pengobatan (dok. pri)

Dr. Erna Mulati, MSc. CMFM, Direktur Kesehatan Keluarga, Direktorat Jenderal Kesehatan Keluarga Kementerian Kesehatan RI, mengajak masyarakat untuk meningkatkan peran keluarga dalam mencegah pneumonia, yaitu:

  • Orang tua perlu tahu apa itu pneumonia, penyebab, cara mencegah, dan cara mengatasinya. Pelajari buku Kesehatan Ibu dan Anak (KIA) yang warna pink itu, lho.
  • Jauhi polusi, salah satunya tidak memasak dengan kayu bakar.
  • Bagi anggota keluarga yang sedang batuk pilek, pakailah masker supaya anak-anak terhindar dari penularan penyakit.
  • Berikan ASI eksklusif pada bayi.
  • Anak mendapat vitamin A tiap 6 bulan. Kalau di posyandu, setiap bulan Februari dan Agustus.
  • Berikan MPASI dengan benar dan baik dari segi jumlah, jenis, dan cara pemberian supaya mendapat gizi seimbang. Bila gizi buruk kemudian terkena pneumonia, efeknya akan semakin berat.

Windra Waworuntu, M.Kes., Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular Langsung Kementrian Kesehatan RI juga mengajak masyarakat untuk memberikan imunisasi dasar lengkap. Imunisasi ini gratis, lho, dibiayai pemerintah. Sayang banget, kan, kalau belum dimanfaatkan dengan baik.

Bayu Oktara menyadari pentingnya peran ayah dalam kesehatan keluarga (dok. pri)

Bayu Oktarapublic figure yang dikaruniai 3 anak, menyadari pentingnya peran ayah ASI. Mengasuh anak merupakan tanggung jawab ayah dan ibu. Supaya pemberian ASI lancar, ia suka memijat istrinya, berbagi peran, dan menyempatkan diri untuk quality time dengan keluarga. Anaknya yang berusia 2 tahun 3 bulan masih ASI, lho.

Pesan Bayu Oktara untuk para ayah dan calon ayah, yaitu:

  • Dari tempat yang banyak asap kendaraan atau asap rokok, bersihkan badan dan pakaian sebelum berinteraksi dengan anak.
  • Buat istri bahagia seperti membantu tugas istri di rumah atau memijat istri. Hal ini penting untuk kelancaran pemberian ASI.
  • Pastikan jaminan kesehatan supaya saat sakit tidak terbebani.


STOP Pneumonia di Indonesia Diluncurkan Save the Children

Pada kesempatan kali ini, Save the Children melalui organisasi lokalnya yaitu Yayasan Sayangi Tunas Cilik (YSTC) meluncurkan kampanye STOP Pneumonia. Organisasi yang telah ada sejak 100 tahun lalu di Inggris ini ingin mengajak masyarakat memahami bahayanya pneumonia.

Selina Patta Sumbung selaku Ketua Yayasan Sayangi Tunas Cilik partner of Save The Children menjelaskan program STOP Pneumonia berlangsung selama 2019 – 2021 di tingkat nasional juga fokus ke Kab. Bandung dan Kab. Sumba Barat. Untuk tahun ini, Save the Children mengembangkan berbagai materi informasi yang edukatif mengenai pneumonia hingga pentingnya peran ayah dalam mendukung kesehatan anak.

STOP Pneumonia! (dok. pri)

Pelajaran berharga merawat anak yang terkena pneumonia membuat saya tersadar pentingnya awareness akan penyakit berbahaya ini. Jangan sepelekan flu dan batuk serta segera bawa ke fasilitas kesehatan bila sakitnya tak kunjung sembuh. Lebih baik lagi menjaga kebersihan lingkungan agar pneumonia dapat dicegah.

Yuk, masyarakat Indonesia kita “Merdeka dari Pneumonia!” supaya anak Indonesia tumbuh sehat dan bahagia. Bekali diri dengan berbagai info penting mengenai pneumonia yang dapat diakses di stoppneumonia.id dan Instagram @savechildren_id.

Recent Posts
Contact Us

We're not around right now. But you can send us an email and we'll get back to you, asap.

Not readable? Change text. captcha txt