STOP Pneumonia : Kenali, Cegah dan Obati Agar Anak Indonesia Merdeka dari Pneumonia

Penulis adalah pemenang terbaik kompetisi penulisan dan vlog STOP Pneumonia

Rach Alida Bahaweres
Karya: https://www.helenamantra.com/2019/09/stop-pneumonia-pembunuh-bayi-dan-balita-di-indonesia.html
IG lidbahaweres, twitter: lidbahaweres
Pekerjaan: Jurnalis dan Blogger

Anak perempuan berusia 3 tahun itu tertidur di kasur. Di lehernya, terdapat alat bantu bernafas. Ya, anak perempuan bernama Putri itu tak bisa bernafas seperti layaknya orang biasa. Namun ia harus dibantu dengan alat bantu yang terpasang di lehernya.

Siapa yang melihatnya tentunya jatuh iba dengan kondisi yang dialami Putri. Apalagi Ervina, sang ibu yang selama ini selalu mendampingi dan membantu kegiatan Putri. Ervina tentunya tak pernah menyangka, buah hatinya ini harus menderita sakit pneumonia (infeksi paru). “Sebelumnya, saya tak tahu apa itu pneumonia,” kata Ervina.

Anak pertama dari dua bersaudara itu terdiagnosis terkena Pneumonia yang membuat dia tak boleh terlalu lelah. Semua berawal ketika demam tak kunjung usai ketika Putri berusia delapan bulan. Awalnya, Ervina menganggap demam yang dialami Putri adalah demam biasa yang akan hilang 1 atau dua hari. “Apalagi ada yang bilang kalau demam gitu itu tandanya anak sudah mau besar,” katanya.

Tapi lebih dari empat hari demamnya tak kunjung hilang, Putri pun dibawa ke klinik dekat rumah. Tapi tak kunjung reda juga demamnya. Bahkan hingga berpindah dari satu rumah sakit ke rumah sakit lainnya, demam Putri tak kunjung mereda.

Putri dan Ibu Ervina yang hingga kini masih membutuhkan bantuan

Hingga ketika Putri diperiksa di rumah sakit di kawasan Pesanggrahan, Jakarta, baru diketahui penyakit yang dialaminya. “Teryata anak saya didiagnosis kena Pneumonia,” kata Ervina. Sakit pneumonia yang kemudian membuat Putri harus langsung dirawat selama dua hari agar demamnya turun dan disarankan untuk minum paracetamol 8x sekali.

Tak lama kemudian, Putri tersendak karena ada obat yang masuk ke paru-parunya. Pagi itu, sekitar pukul 4, Putri harus dibawa ke RS Tarakan untuk menjalani pemeriksaan lebih lanjut. Teryata, Putri didiagnosis gagal pernapasan sehingga harus dimasukkan alat ventilator.

Kesedihan tak berhenti sampai disitu. Putri koma selama 20 hari dan membuat Evrina dan sang suami tak henti-hentinya menangisi nasib yang dialami buah hatinya. Ketika sembuh dan pulang ke rumah, tubuh Putri membiru dan membuatnya harus masuk rumah sakit lagi.

Kini, hidup Putri tergantung dari tabung-tabung oksigen berukuran raksasa yang ada di kamarnya. Untuk biaya pengobatan Putri setiap bulan, Ervina harus mengeluarkan dana hingga Rp 2,5 juta. Ini belum termasuk biasa isi tabung oksigen sebesar Rp 80 ribu per bulan.

Kondisinya sebagai ibu rumah tangga dan suami hanyalah sopir taksi, membuatnya harus mencari bantuan untuk pengobatan Putri. Apalagi ia masih harus mengurus dua adiknya (satu masih dalam kandungan). “Saya bersyukur dapat bantuan untuk bisa membeli obat-obatan Putri,” katanya.

Namun, dengan kondisi yang dialami oleh Putri, Ervina tahu bahwa dia tidak boleh anggap remeh demam. Demam yang selama ini dianggap penyakit biasa, teryata berdampak serius jika tidak tertangani dengan baik dan bisa menyebabkan kematian.

Hingga kini, Ibu Ervina masih membutuhkan bantuan pengobatan serta doa untuk kesembuhan Putri, buah hatinya agar bisa bebas dari sakit pneumonia

Tentang Penyakit Pneumonia

Pneumonia adalah penyakit yang kerap kali dianggap enteng namun teryata berdampak kematian. Penyakit pneumonia ini bisa dialami siapa saja, pada usia berapa saja dan dialami di berbagai wilayah. Di dunia, pneumonia ini adalah penyebab utama kematian pada anak balita.

Bahkan menurut Organisasi Kesehatan Dunia tahun 2016 menunjukkan, 16% kematian anak disebabkan oleh pneumonia. Bahkan, 99 persen kematian anak yang disebabkan oleh pneumonia terjadi di negara-negara berkembang, termasuk di Indonesia. Pneumonia bahkan merupakan pembunuh utama balita di dunia. Jumlah ini lebih banyak dari AIDS, malaria, dan campak sekaligus.

Di Indonesia, pneumonia adalah salah satu penyebab utama kematian balita (15,5%). Menurut Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan tahun 2013, angka kejadian pneumonia meningkat dari 2,1% menjadi 2,7% pada tahun 2007 dan 2013. Bahkan, setiap 1 menit, dua balita meninggal (2500 jiwa per hari) disebabkan oleh pneumonia.

Penyakit pneumonia dialami oleh buah hati Mama AR di Sumba dan Ibu SA di Jakarta. Walapun dipisahkan oleh jarak, tapi keduanya memiliki satu persamaan yakni anak terdiagnosis terkena pneumonia. Saya mulai dengan kisah mama AR yang pada tahun 2017 harus menyaksikan sang anak yang berusia tiga tahun merenggang nyawa karena pneumonia. Semua berawal ketika sang anak batuk dan pilek.

Sumber: Save the Children

Dua hari berselang, nafas sang anak semakin cepat seperti orang yang habis berlari. Sang anak kemudian dibawa ke puskesmas yang letaknya sekitar 12 kilometer dari rumah. Perjalanan 12 kilometer di kawasan Sumba adalah perjalanan yang melelahkan dan akses jalan yang tak baik. Setiba di puskesmas dan diberikan pereda panas, tapi demam anak tak kunjung hilang. Beberapa jam kemudian, anaknya meninggal dunia.

Kisah Ibu SA di Jakarta Utara pun tak kalah pilu. Semuanya bermula ketika anaknya yang berusia tiga tahun mengalami panas dan batuk serta nafasnya yang tersenggal-senggal. Dokter di puskesmas yang terletak tak jauh dari rumah.   Dan teryata, sang anak terkena pneumonia. Ketika dilakukan pengecekan ke rumah, teryata memang tak ada yang merokok. Namun teryata selama sang ibu pergi bekerja, anak dititipkan ke rumah pamannya yang merokok. Dan inilah yang mengakibatkan sang anak mengalami pneumonia.

Sumber foto : KBR dan Save the Children

Dua kisah di atas diceritakan Selina Patta Sumbung Ketua Yayasan Sayangi Tunas Cilik partner of Save The Children saat launching kampanye STOP Pneumonia yang didukung oleh Save The Children pada 18 Agustus di kawasan Kota Tua, Jakarta dan disiarkan oleh Ruang Publik KBR. Selain Ibu Selina, ada narasumber lain yang dihadirkan yakni :

  • Dr. Madeleine Ramdhani Jasin, Sp.A Ikatan Dokter Anak Indonesia
  • Dr. Erna Mulati MSc. CMFM – Direktur Kesehatan Keluarga, Direktorat Jenderal Kesehatan Keluarga Kementerian Kesehatan RI, dan Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular P2PM
  • Bayu Oktara – Public Figure, Bapak 3 anak

“Pneumonia itu bisa dicegah jika kita sadar dan membawa anak ke fasilitas kesehatan,” kata Ibu Selina. Selain itu, fasilitas kesehatan juga harus mudah di akses, cepat penanganan serta dilengkapi dengan petugas kesehatan yang terlatih. Selain itu, faktor lingkungan yakni perilaku dan lingkungan juga berpengaruh besar terhadap penumonia.

Apa yang akan terjadi jika pneumonia tidak dicegah? Teryata, ini akan mengakibatkan 11 juta anak akan mengalami kematian akibat pneumonia di tahun 2030.

Pneumonia : Gejala, Pencegahan dan Pengobatan

Lalu, apa yang dimaksud dengan penyakit pneumonia? Menurut dr Madeleine, pneumonia adalah penyakit yang menyerang paru-paru anak-anak hingga orang dewasa. Penyakit ini bisa disebabkan oleh infeksi paru, infeksi bakter, infeksi jamur yang menyebabkan peradangan pada paru anak. Akibatnya, anak pun mengalami sesak napas, nafas tersenggal-senggal dan bahkan bisa mengakibatkan kematian.

Mengapa pneumonia di Indonesia masih banyak dialami di Indonesia ? Pertama karena informasi dan sosialisasi tentang penumonia itu masih sedikit. Bahkan ada banyak yang belum tahu apa itu pneumonia.

Gejala pneumonia pada balita adalah :

  • Nafas cepat
  • Batuk
  • Nafas sesak

Untuk menghitung nafas anak bisa dilakukan saat anak sedang tidur. Caranya, lihat dada anak dan hitung gerakan nafasnya selama satu menit. Untuk anak di bawah dua bulan, batasnya adalah 60 kali napas pemenit. Sedangkan untuk anak usia 2 bulan hingga 12 bulan atau setahun, tak boleh lebih dari 50 kali per menit. Sedangkan anak usia 1-5 tahun tidak boleh lebih dari 40 kali per menit.

Deteksi dini ini, menurut dokter bisa dilakukan juga di puskesmas sehingga bisa untuk penanganan lebih cepat agar tak semakin fatal. “Makanya memang penting edukasi dini,” kata dokter Madeleine.

Saya dukung STOP Pneumonia

Untuk pengobatan pneumonia, diharapkan keluarga bisa langsung membawa anak ke puskesmas atau layanan kesehatan terdekat untuk segera mendapat penanganan kesehatan sehingga tak berdampak fatal. Nantinya, aparat kesehatan memberikan pelayanan kesehatan untuk pengobatan anak.

Di lain pihak, untuk meningkatkan kesehatan anak serta terhindar dari pneumonia, anak harus mendapat ASI Ekslusif hingga 6 bulan dan dilanjutkan MPASI hingga 2 tahun. Selain itu, anak pun harus mendapat imunisasi dasar lengkap serta kecukupan gizi.

Faktor lingkungan juga sangat berperan seperti menghindari anak dari asap rokok serta polusi udara, sanitasi di rumah tercukup sehingga perputaran udaranya lebih baik. Dan jangan lupa untuk menerapkan gaya hidup sehat seperti cuci tangan pakai sabun agar terhindar dari berbagai penyakit.

Peran Keluarga dan Pemerintah untuk STOP Pneumonia pada Anak

Jangan abaikan peran keluarga untuk menghentikan dan mencegah pneumonia. Keluarga harus dapat mengetahui tentang pneumonia, mengetahui gejalanya serta upaya pencegahan agar anggota keluarganya tak alami pneumonia.

Keluarga tidak hanya identik dengan peran ibu yang seringkali dianggap yang lebih bertugas untuk mengurus anak. Tapi juga ada peran ayah yang bekerja bersama ibu untuk mendukung untuk meningkatkan kesehatan anak serta mencegah agar anak terhindar dari pneumonia.

Saya dan Ayyas, anak saya yang kini usia 10 tahun

Lalu, bagaimana caranya ? Bayu Oktara, public figure dan juga ayah tiga orang anak mengatakan, anak juga harus didukung penuh kesehatannya oleh ayah dan ibu. Pemberian ASI kepada anak juga membutuhkan peran sang ayah. Ia misalnya bahkan kerap memberikan pijatan-pijatan buat sang istri yang memberikan ASI. Selain itu, urusan rumah tangga pun membuat ia tak ragu untuk ikut andil membantu.

Seorang ayah juga harus memperhatikan gizi keluarga, terutama anak. Serta mendukung pemberian imunisasi dasar lengkap untuk anak. “Kalau anak sakit, ayah juga harus membantu ibu merawat anak,” katanya.

Saya bersyukur memiliki suami yang juga mendukung pemberian ASI, MPASI (Makanan Pendukung ASI) hingga membantu menjaga anak. Saya masih ingat ketika masih masa pemberian ASI, suami pun tak segan untuk membantu mengurus rumah tangga. Bahkan rela serta tanpa mengeluh untuk diminta bangun di tengah malam untuk membantu menjaga anak.

Pemberian MPASI kepada anak pun dilakukan saya dan suami. Kami berdua turut bersama memasak MPASI serta memberi makan anak. Bayangkan jika suami tak membantu, tentu saya sebagai seorang ibu pun akan kerepotan untuk menjaga anak serta memberikan pemenuhan ASI serta merawat anak. Bukankah tugas menjaga anak adalah tugas bersama dan bukan hanya tugas seorang ibu ?

Pemerintah pun mengemban tugas yang tak mudah namun harus dilakukan. Pemerintah harus memastikan fasilitas kesehatan tersedia dan dapat memberikan pelayanan sesuai standar. Di samping itu, pemerintah telah mengeluarkan regulasi untuk meningkatkan kesehatan sehingga anak bisa terhindar dari pneumonia.

Beberapa kebijakan yang dikeluarkan adalah dukungan terhadap pemberian ASI Ekslusif, pemberian MPASI (makanan Pendamping ASI) setelah anak berusia 6 bulan, anak mendapat imunisasi dasar lengkap serta kecukupan pemenuhan nutrisi yang tepat untuk anak. “Bukan orangtua yang bijaksana jika anak tak mendapatkan imunisasi,” ungkap dokter Madeleine

Kolaborasi Berbagai Pihak untuk Mendukung STOP Pneumonia

Mungkin teman-teman telah familiar dengan Save The Children. Organisasi yang berdiri di Inggris ini memberikan komitmen serta peran untuk meningkatkan kesadaran masyarakat terutama orangtua tentang perlindungan kesehatan anak termasuk untuk pencegahan dari penyakit pneumonia.

Ada kolaborasi yang harus ditingkatkan serta berkesinambungan antara orangtua, pemerintah, tenaga medis dan organisasi masyarakat seperti Save The Children untuk mencegah serta menghentikan penyakit pneumonia di Indonesia. Orangtua yang terlibat pertama kali untuk melindungi anak dari pneumonia, pemerintah mengeluarkan regulasi, dokter memberikan informasi bahaya pneumonia serta Save The Children yang ikut mengkampanyekan dukungan untuk stop pneumonia.

Kampanye ini dilakukan dengan sosialisasi pneumonia di berbagai pihak dengan berbagai cara yang mudah dipahami. Untuk kampanye ini, Save The Children memiliki tagline yang selalu disampaikan yakni STOP Pneumonia. Apa itu STOP Pneumonia ?

  • S : ASI Ekslusif hingga 6 bulan dan ditambah MPASI hingga dua tahun
  • T : Tuntaskan imunisasi
  • O : Obati anak jika sakit
  • P : Pastikan kecukupan gizi anak

Keseluruhan ini sangat tepat untuk pencegahan penyakit pneumonia serta menghentikan pneumonia. Kalau bukan kita yang peduli, siapa lagi ? Kalau bukan sekarang, kapan lagi harus hentikan pneumonia ?

Apa langkah yang dilakukan teman-teman untuk STOP Pneumonia ?

Recent Posts
Contact Us

We're not around right now. But you can send us an email and we'll get back to you, asap.

Not readable? Change text. captcha txt